"Panceg dina galur, Salawasna akur jeung dulur, Panceg dina galur, Babarengan ngajaga lembur, Panceg dina galur, Moal ingkah najan awak lebur.." (Jasad - Kujang Rompang )

Ya, mungkin lagu itu yang menggambarkan apa yang harus digerakkan oleh komunitas musik underground kota Bandung agar tetap konsisten. Tidak seperti dua atau tiga tahun kebelakang, para musisi-musisi bawah tanah sekarang agak kesulitan untuk mengaplikasikan hasil karya mereka sejak kejadian Sabtu Kelabu itu. Dan yang bisa dilakukan hanyalah bersama-sama melawan kejamnya birokrasi, mengikis stigma negatif dari kalangan masyarakat,dan dapat mewujudkan program kota Bandung sebagai "Bandung Emerging Creative City".

Berikut ini hanyalah artikel basa-basi yang diringkas oleh saya yang mungkin bisa mengisi waktu kalian semua. Meskipun tulisan-tulisannya agak panjang, saya harap kalian bisa mencerna pesan yang disampaikan oleh artikel-artikel tersebut.
Read well & enjoy.....

by : Qyo Ignacio Saucedo

Closehead -Berdiri Teman


Rocket Rockers - Ingin Hilang Ingatan


Beside - 7 Deadly Sins


Burgerkill - Shadow of Sorrow


Jasad - Kujang Rompang


Kamis, 21 Januari 2010

SCENE HARDCORE LOCAL, ANTARA KEPALSUAN DAN KETULUSAN

The dirty forces has already be continued ! Ini hanya sebuah tulisan basa-basi yang akan membuat saya bebas ngalor-ngidul tanpa batas sampai akhirnya bisa merasa lega. Penting untuk dicamkan terlebih dahulu ini hanyalah sebuah opini, tidak lebih. Tidak semuanya sehati atau sejalan denganmu, bahkan tak tertutup kemungkinan ada yang menyinggung perasaanmu. Wajar, at least I have something to say. Oke, saya sudah memberitahu kriterianya, oleh karena itu tidak ada yang perlu dimaafkan ! Peduli atau tak peduli, ehm.. lebih baik peduli !
Oh ya, sedikit melihat kembali ke edisi awal 'zine ini, ada yang membuat saya sedikit sadar disertai sejuta tawa di hati. Nggak apa-apa, kesalahan itu hal yang wajar. Proses untuk belajar tak akan pernah selesai, karena pada dasarnya manusia tidak sempurna. Kita hanya bisa berbuat yang terbaik, toh walaupun tak pernah luput dari kesalahan. Harus ada yang mendegungkan kepala ini supaya tidak terus menerus 'beku'. Langsung menuju topik, tapi diawali secuil materi tentang D.I.Y = do it yourself = lakukan sendiri olehmu. Dari yang saya baca di salah satu edisi katalog Lost & Found Records yang secara kebetulan mereka membuat terjemaahannya ke dalam berbagai bahasa di dunia, dua diantaranya d.i.y diartikan 'jadilah dirimu sendiri' dan 'buatan sendiri'. Lho, kok bisa ada dua arti ? Jadi yang satunya lagi bahasa mana ? Apakah bukan bahasa Indonesia ? Jelas sekali ini bahasa Indonesia, mengapa d.i.y diterjemaahkan ke dalam dua pengertian ? Maksudnya mungkin satu di antaranya adalah bahasa Malaysia (Melayu), tapi yang mana ? Au ah, gelap ! Bule geblek ! Rupanya Lost & Found merasa bangga karena sudah dipercaya oleh kids di Indonesia dan Malaysia selaku distributor utama rekaman-rekaman hardcore dari seluruh penjuru dunia, oleh sebab itu perlu sekali untuk menterjemaahkan do it yourself ke dalam dua bahasa, yaitu Malaysia dan Indonesia. Indonesia dan Malaysia adalah negara yang berbeda, tapi mengenai bahasa, Lost & Found mungkin tidak tahu kalau kita masih satu rumpun jua dengan Malaysia. Perlu koreksi ?
Kalau terjemaahan versiku, d.i.y = lakukan sendiri olehmu... biar gampang ! Betul ? Koreksi lagi ! Terus sebenarnya sama makna dengan 'jadilah dirimu sendiri' dan 'buatan sendiri', hasil publikasi katalog Lost & Found itu. Lakukan sendiri olehmu, sebuah filosofi yang mengajak kita untuk membudayakan produk buatan sendiri, karena hanya di dalam aktifitas seperti ini kamu bisa merasa jadilah dirimu sendiri, bukan menjadi bayangan dari image orang lain, plagiator, dan akhirnya tak pernah percaya diri. Mengabaikan lebih detil tentang latar belakang d.i.y yang sebenarnya sudah dicetuskan sejak lama oleh para musisi hardcore / punk, baru-baru ini saya mengalami suatu 'kebingungan' yang aneh setelah melakukan korespondensi dengan beberapa pen pals di Perancis, Belgia dan Malaysia. Sengaja saya menulis surat kepada orang-orang yang betul-betul perhatian dan peduli dengan scene, walaupun umumnya terlalu sinis menanggapi perkembangan di dalamnya atas indikasi komersialisasi, ketrendi-trendian, mental crew, terlalu tipikal, kurang revolusioner dan alasan-alasan pribadi lain. Pure d.i.y attitude ! Ya, nggak masalah, asal saya bisa bertukar pikiran dan bisa memperoleh lebih banyak wawasan. Informasi yang selama ini saya dapatkan terlalu minim dan cekak, walhasil tidak ada perkembangan. Syukur-syukur saya bisa mempromosikan scene lokal tercinta, kalau mereka tertarik ! Tak baik terus-terusan penasaran dengan rilisan-rilisan baru band favorit atau band-band upcoming yang sedang 'menggemparkan' di beberapa perusahaan rekaman, sedangkan CD-nya saja nggak kebeli. Entah kalian setuju atau tidak, suatu saat dirimu akan mengalami stagnasi dengan hardcore / punk, jadi berpikirlah untuk sebuah solusi. Dunia masih banyak pilihan !
Lanjut. Sama sinisnya dengan mereka, sebagai orang yang sok tahu dan sok akrab, saya pertama-tama menulis surat dengan isi juga penuh kesan pesimistis terhadap scene lokal (karena 'ya, saya juga punya kesan pesimis, di samping optimis.. tapi maaf, saya tidak pernah menjelek-jelekan suatu pihak tertentu karena ini hanya masalah perasaan saja). Jujur saja, apa yang saya tulis itu menceritakan secara sepintas tentang hardcore kids di sini yang perhatian sekali ke baju-baju band-band favoritnya, sedangkan ke lirik dan pesan-pesannya agak kurang. Atau kalau bukan itu, mungkin ke musiknya saja sehingga kesannya hardcore lebih tentang 'musik, produk dan fashion' mahal ketimbang tentang sebuah ekspresi, gaya hidup atau sebuah pergerakan seperti yang selalu diucapkan oleh setiap kids. Untuk basa-basi yang lain, juga menyebutkan band-band yang sering saya dengarkan sekalian sebagai referensi data diri. Akhirnya setelah dua bulan berlalu, tibalah surat balasan itu yang ternyata isinya tidak terlalu banyak basa-basi seperti suratku dulu. Saya membaca dengan hati-hati, takut ada yang terlewat. Dan benar, dia seorang yang masih komit terhadap keorisinalan etik d.i.y dan tak takut mengakui dirinya tergolong 'radikal'. Seperti orang-orang yang sama, kata-kata sinis terhadap scene yang menurutnya sudah 'mati' juga dituliskan. Tetapi yang mengagetkan semua band favoritku tak ditanggapi dengan kata-kata yang baik. Menurutnya mereka sudah begitu komersil dan di'konsumtif'kan di dalam scene. Dia juga menganjurkan untuk memboykot perusahaan rekaman tersebut beserta band-bandnya. Ya maksudnya untuk seterusnya jangan lagi mendengarkan dan membeli rekaman-rekamannya, karena sebenarnya masih ada puluhan band-band dan label-label lain yang tak kalah mutu, masih tetap menjaga attitude dan dedikasinya untuk tetap real, bukan untuk 'menjual' sound dan atribut asal bisa laku keras dibeli oleh para hc kids. Dari segi musiknya dia meminta saya untuk menyebutkan apa yang saya inginkan agar bisa memberikan alamat-alamat yang bersangkutan. Bukan tipe yang moderat, tapi ternyata baik hati ?
So apa yang harus saya katakan selanjutnya sebagai balasan untuk mereka-mereka ? Ya, terus terang saya mensupport sekali apa yang terjadi dengan scene d.i.y selama ini, karena mereka telah memberikan apa saja yang sebelumnya tidak pernah saya dapatkan yaitu komunikasi yang tulus dan tukar pikiran. Ketika saya bertanya, mereka memberikan jawaban dan ketika saya mendapat kesulitan, mereka memberikan bantuan. Sama sekali berbeda bila komunikasi itu dengan beberapa perusahaan rekaman besar beserta band-bandnya yang terbilang sudah sangat akrab 'tune'-nya di telinga. Mereka seperti tak menanggapi apa adanya, malah kerap tidak membalas balik. Tanpa disadari mereka telah mengabaikan para fans beratnya, yang telah tipu sana tipu sini mengumpulkan uang untuk bisa membeli CD atau t-shirtnya. Ingat pepatah kuno 'tanpa kalian, kita bukan apa-apa'. Bukan berarti memberi nilai minus atas ambisi sebagian dari kita yang telah berlomba-lomba mendapatkan magazine katalog terbaru, CD promo, postcard, atau sticker dari label-label hardcore tersebut, komunikasi dengan orang-orang ini membuat saya berpikir : bila sekarang label-label kebanggaan scene bersikap seperti itu, apa faedahnya komunikasi yang kalian para pecinta scene jalin dengan mereka ? Apakah kalian masih terus tenang-tenang saja ini terjadi di keluarga besar scene hardcore kebanggaan ? Apa makna slogan-slogan seperti unity... brotherhood... respect... atau true till death yang telah dinyanyikan oleh ratusan band-band hardcore di hatimu ? Tentunya bukan sekedar lirik yang bagus ! Janganlah buta, kita semua masih perlu ketulusan dan keikhlasan. Itulah hardcore ! Ketika kamu sudah bersusah payah membuat surat berbahasa Inggris yang panjang dengan harapan mendapat jawaban lebih detil, tetapi kok hasilnya nihil karena balasan yang datang selalu berupa katalog, tidak ada long letter seperti punyamu. Atau kalau bukan katalog ya stiker atau postcard. Maksud hati ingin bertukar pikiran untuk menambah wawasan tetapi malah diajak untuk mengkonsum. Sebuah semangat hardcore ya ? Mungkin kita bukanlah sebuah brotherhood, unity, respect, atau equality lagi, tetapi sekedar penikmat musik biasa, tak beda dengan penikmat musik komersil yang lain. Di berbagai kesempatan waktu, kita telah banyak tertipu dan percaya saja pesan-pesan sakral yang tertulis dalam berbagai advertising hardcore. Atau memang benar, hardcore telah 'mati' seperti yang dikatakan para pen pals tadi ?
Ah, saya belum ingin memikirkan hal ini terlalu jauh. Ternyata melihat kenyataan di sekitar, scene lokal masih terbilang sangat muda bila semua sepakat bahwa komunitas hardcore mulai ada sejak awal dekade 90-an ini. Itu untuk ukuran di kota Bandung atau di Jakarta. Bagaimana kalau di daerah ? Di scene yang masih bingung siapa itu Minor Threat, siapa itu Agnostic Front, siapa itu Earth Crisis, bahkan siapa itu Limb Bizkit. Ha, ha,... belum 10 tahun, teman ! Sedangkan di Eropa sendiri perkembangannya tak terlalu jauh dengan di U.S., yaitu sejak awal dekade 80-an. Ditambah waktu proses untuk terbentuknya sebuah subculture, mereka berevolusi sejak tahun 60-an. Jadi sebenarnya punk atau hardcore di sana tidak begitu saja ada, seperti di sini. Mereka terlebih dahulu mengalami suatu proses yang sangat panjang dan melelahkan (lebih jelasnya baca Hardcore/punk sebuah essay oleh Arian13, editor Tigabelas). Negara Amerika Serikat itu sudah tergolong sangat tua umurnya, kira-kira 200-an tahun lebih. Sudah ada berbagai revolusi hidup dialami oleh rakyatnya. Semenjak perang saudara, dekade industrialisasi, perang dunia kedua, rockn'roll dan flower generation-nya, kebudayaan pop, komputer, internet.. mereka telah menguasai sebagian besar ideologi kehidupan di muka dunia ini. Figur-figur favoritmu dari sana ya ? Kemudian di Eropa sendiri ada revolusi-revolusi seperti yang telah diajarkan oleh guru sejarahmu sewaktu di bangku sekolah (kalian masih SMU, coba buka lagi bukunya !), seperti revolusi industri di Perancis dan Inggris atau runtuhnya komunisme di Eropa timur, di samping proses merembetnya kebudayaan Amerika ke sana. Munculnya kaum-kaum suburban pinggiran yang rata-rata pengangguran karena tersisih dari persaingan, para pemuda hispanik, gelandangan, kaum intelek miskin... di situlah tune-tune bising, cepat, energik, dan sangar terlahir, seperti yang telah kamu dengarkan sehari-hari. Kesimpulannya, hardcore dan punk itu bagian dari sebuah resistensi dalam kehidupan, tak bisa dipungkiri lagi. Kalau di Indonesia kemudian bermunculan scene hardcore, scene punk, band straightedge, band anarcho, band oi!, skinhead.. apa mau dikata. Generasi muda memang tak pernah berhenti mencari identitas !
Kembali menyinggung ke masalah pen pals tadi, sekedar menyadari, isu seputar konsep d.i.y yang sudah diburamkan sehingga mereka perlu untuk berbuat 'radikal' merupakan rentetan revolusi scene yang sambung menyambung setelah sekian lama. Mereka sudah lama hidup dan berkecimpung dalam scene, sementara kita belum ada apa-apanya. Jadi wajar saja mereka bersikap seperti itu, jangan kita nilai sebagai indikasi yang aneh. Hardcore adalah sebuah bentuk perlawanan yang revolusioner bagi sejumlah orang. Selama masih ada ketidakpuasan, mereka akan tetap mengekspresikannya tanpa beban. Entah itu sebatas kebencian atau memboykot, apa saja asal mempunyai sikap. Bila ternyata banyak label dan band yang sudah tak tulus dan ikhlas dengan hardcore, hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, mengajak kita untuk mengkonsum, sudah sewajarnya bila muncul orang-orang yang kritikal. Membuat hidup penuh alternatif pilihan adalah baik sekali. Tanpa disadari, para pen pals itu telah menciptakan dan memelihara sebuah gaya hidup alternatif. Kalau kamu tidak mensupportnya, sekedar terinspirasi tak apa-apa. Pokoknya asal kita tidak buta. Janganlah mencemooh temanmu yang mencoba menyuarakan hatinya. Anarkisme, straightedge, kebebasan binatang, lingkungan hidup, melawan aparat.. semuanya disuarakan dari hati nurani, bukan sok-sokan. Mereka juga berusaha melahirkan sebuah alternatif.
Di tengah-tengah kesibukan kita ke sana ke sini untuk membangun scene lokal yang masih muda ini, jangan lupa untuk membuka hati dan belajar memilih. Ada benarnya, label-label dan eksistensi band-band hardcore yang ada selama ini juga patut kita pertanyakan. Hardcore kids lebih suka image, klise, produk, fashion daripada sebuah attitude. Kita masih harus berpikir lebih dalam dan tak henti untuk mengedukasi diri. Scene kita tercinta ini tidak terlahir melalui proses yang panjang, karena itu di Indonesia mungkin tak ada sebuah subculture yang mendasari pergerakan hardcore dan punk. Jujur saja, pertama saya mendengar nama 'hardcore' pada tahun 1993 karena Puppen sedang naik daun di Bandung dan banyak yang bilang mereka itu memainkan hardcore. Nah, yang terjadi dengan para hardcore kids generasi baru mungkin sama. Dengan pengulangan-pengulangan kejadian yang sama, sampai betul-betul terlupakan dari mana akarnya. Tak hanya fakta di Indonesia, saya yakin ini juga terjadi di Eropa atau U.S. Tak tahu dan tak mengerti prosesnya, itulah yang masih terus mengganjal kita semua. Sementara scenester senior sudah bosan dengan kata-katanya sendiri, the new kids on the street-nya tak pernah peduli. Jangan sampai terjadi ! Kita masih ingin terus membangun scene hardcore... untuk kalian yang merasa sama, speak loud : hardcore as fuck !
Presiden baru telah terpilih, bukan berarti kita telah berevolusi. Di Indonesia belum pernah terjadi sebuah revolusi sejak tahun '45, yang ada hanyalah langkah transisi/reformasi. Sejak jaman kemerdekaan sampai detik ini ada filosofi dan dogma hidup yang mungkin belum berubah, walaupun sudah banyak orang yang menggenggam handphone di sana sini. Hardcore dan punk lokal terus berkembang walaupun tak pernah berakar dari proses transparan sebuah revolusi. Secara perlahan kita ciptakan revolusi 'semu' tersendiri, yang tak akan bisa dihentikan oleh siapapun. Suka atau tidak suka kita bukanlah bagian dari mainstream, terimalah apa adanya. Kita bukan Limb Bizkit, kita bukan Korn, kita bukanlah Deftones ! Hardcore ya hardcore, bukan musikmu, bukan pakaianmu, bukan gayamu, bukan siapa itu kamu. Di iklim yang katanya lebih demokrasi ini, mainkan hardcoremu dengan perasaan, dengan emosi, dengan hati, sampai kamu merasa puas dan lega. Janganlah khawatir tidak ada yang bertepuk tangan, tidak ada yang mosh, tidak ada yang po go, tidak ada jumping around, karena hardcore bukanlah tentang itu. Hardcore adalah ekspresimu, idea-ideamu, mediamu, jiwamu ! Kalau kamu merasa ditolak oleh masyarakat, jangan goyahkan identitasmu. Tuangkan ide-idemu dalam hardcore ! Kebencian, sosial politik, emo, tangisan, kesedihan, drug free, vegan, tak ada batasan ! Malah kalau kamu bisa membagi ide-ide dengan teman-temanmu, bagus sekali. Hardcore itu ketulusan, bukan kepalsuan !

1 komentar: