"Panceg dina galur, Salawasna akur jeung dulur, Panceg dina galur, Babarengan ngajaga lembur, Panceg dina galur, Moal ingkah najan awak lebur.." (Jasad - Kujang Rompang )

Ya, mungkin lagu itu yang menggambarkan apa yang harus digerakkan oleh komunitas musik underground kota Bandung agar tetap konsisten. Tidak seperti dua atau tiga tahun kebelakang, para musisi-musisi bawah tanah sekarang agak kesulitan untuk mengaplikasikan hasil karya mereka sejak kejadian Sabtu Kelabu itu. Dan yang bisa dilakukan hanyalah bersama-sama melawan kejamnya birokrasi, mengikis stigma negatif dari kalangan masyarakat,dan dapat mewujudkan program kota Bandung sebagai "Bandung Emerging Creative City".

Berikut ini hanyalah artikel basa-basi yang diringkas oleh saya yang mungkin bisa mengisi waktu kalian semua. Meskipun tulisan-tulisannya agak panjang, saya harap kalian bisa mencerna pesan yang disampaikan oleh artikel-artikel tersebut.
Read well & enjoy.....

by : Qyo Ignacio Saucedo

Closehead -Berdiri Teman


Rocket Rockers - Ingin Hilang Ingatan


Beside - 7 Deadly Sins


Burgerkill - Shadow of Sorrow


Jasad - Kujang Rompang


Kamis, 21 Januari 2010

BANDUNG DEATH METAL SYNDICATE & SUNDA UNDERGROUND


Pertengahan tahun 2000an, scene musik Indoensia dibombardir oleh emocore. Hampir semua panggung pergelaran didominasi oleh hasrat music ini, bagaikan tak pernah akan ada lagi panggung untuk death metal. Prihatin dengan fenimena ini, para pionir Ujungberung Rebels semakin intens membincangkan fenomena yang memprihatinkan ini. Death emtal akan tenggelam jika para pionir diam saja menandangi kudeta panggung emocore atas detah metal itu. Maka ketika tak ada lagi panggung dari orang lain untuk death metal, para pionir sepakat untuk mulai memikirkan bagaimana menggarap panggung sendiri yang mementaskan hanya death metal saja. Tiga pionir yang kemudian mengeksekusi hasrat tersebut adalah Man, Amenk, dan Okid. Mereka sepakat menggarap Bandung Death Fest tahun 2006 yang mementaskan band-band death metal Ujungberung, Bandung, dan Indonesia. Bandung Death Fest 2006 digelar dengan sukses di bawah kerja sebuah kolektif bernama Homeless Grind.

Tahun 2007, ketika proses persiapan bandung Death Fest II, Homeless Grind berganti nama menjadi Bandung Death Metal Syndicate (BDMS). Ada beberapa perubahan penting yang patut dicatat di sini. Yangpaling jelas adalah komitmen anak-anak Ujugnebrung Rebels yang semakin tinggi terhadap kebudayaan tradisional, dalam hal ini Kasundaan. Man saat itu membuat logo BDMS bergambar dua kujang yang saling bersilang dengan semboyan yang fenomenal Panceg Dina Galur. Komitmen Kasundaan juga dibuktikan dengan dimasukkannya pencak silat dan debus sebagai pertunjukan plus dalam Bandung Death Fest II. Saat ini pula BDMS mulai kenal dengan Kang Utun, salah satu aktivis lingkungan hidup dan Kasundaan yang kemudian semakin membukakan gerbang adat kepada para metalhead muda kita.

Masa inilah Ujungberung Rebels semakin dekat dengan kelompok-kelompok Kasundaan di Bandung. Mereka semakin sering menghadiri berbagai acara adat dari pabaru Sunda, Rarajahan, Tumpek Kaliwon, atau hanya kongkow-kongkow santai membincangkan berbagai hal ngalor-ngidul. Atas keikutsertaannya dalam berbagai acara adat, Ujungberung Rebels kemudian sering dijuluki juga sebagai Kelompok Kampung Adat Sunda Underground. Komitmen Kasundaan semakin menyala-nyala ketika akhirnya berdiri Karinding Attack yang beranggotakan Man, Amenk, Kimung, Jawish, Gustavo, Ari, dan Kimo selain juga Kang Utun, mang Engkus, dan kang Hendra yang mewakili kelompok adat Kasundaan.

Di sisi lain BDMS semakin nyata menunjukkan taringnya ketika berhasil dengan mansi dan kreatif berkolaborasi dengan pihak tentara ketika menggelar Bandung Death Fest III 9 Agustus 2008 yang memapu menyedot penonton hingga 15.000 metalhead muda. Fenomena yang sama juga terulang tanggal 17 Oktober 2009 ketika BDMS menggarap Bandung Death Fest IV kembali di Lapangan Yon Zipur. Patut dicatat pula, dua pergelaran terakhir itu adalah kolaborasi Ujungberung Rebels dengan scene komunitaas kreatif bandung yang termaktub dalam pergelaran bersama Helarfest 2008 dan Helarfest 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar