"Panceg dina galur, Salawasna akur jeung dulur, Panceg dina galur, Babarengan ngajaga lembur, Panceg dina galur, Moal ingkah najan awak lebur.." (Jasad - Kujang Rompang )

Ya, mungkin lagu itu yang menggambarkan apa yang harus digerakkan oleh komunitas musik underground kota Bandung agar tetap konsisten. Tidak seperti dua atau tiga tahun kebelakang, para musisi-musisi bawah tanah sekarang agak kesulitan untuk mengaplikasikan hasil karya mereka sejak kejadian Sabtu Kelabu itu. Dan yang bisa dilakukan hanyalah bersama-sama melawan kejamnya birokrasi, mengikis stigma negatif dari kalangan masyarakat,dan dapat mewujudkan program kota Bandung sebagai "Bandung Emerging Creative City".

Berikut ini hanyalah artikel basa-basi yang diringkas oleh saya yang mungkin bisa mengisi waktu kalian semua. Meskipun tulisan-tulisannya agak panjang, saya harap kalian bisa mencerna pesan yang disampaikan oleh artikel-artikel tersebut.
Read well & enjoy.....

by : Qyo Ignacio Saucedo

Closehead -Berdiri Teman


Rocket Rockers - Ingin Hilang Ingatan


Beside - 7 Deadly Sins


Burgerkill - Shadow of Sorrow


Jasad - Kujang Rompang


Kamis, 21 Januari 2010

HOMELESS CREW

Kultur festival yang dirasa kurang bersahabat membuat gerah segelintir musisi muda. Dalam festival mereka harus memenuhui banyak syarat yang intinya adalah sama : menuntut band untuk menampilkan wajah sama, bermanis muka agar menang di depan sponsor atau produser. Hal itu memangkas semangat ekspresi rock/metal juga semangat terdalam dan manusiawi dalam diri seorang seniman untuk berkarya. Dengan kesadaran baru itu gelintiran musisi muda Ujungberung maju dan merangsek jalanan.


Di saat yang sama, generasi baru di bawah anak-anak Badebah mulai berkumpul dan membentuk kelompok pecinta metal ekstrim semacam Badebah. Mereka menamakan diri Bandung Lunatic Underground (BLU) yang didirikan secara kolektif oleh Ipunk, Romy, Gatot, Yayat, Dani, Bangke, dan lain-lain. Seperti halnya Badebah, BLU menampung banyak hasrat music dari metal, hardcore, hingga punk. Di bawah BLU, pengembangan jaringan pertemanan para pecinta metal semakin meluas saja. Music metal ekstrim juga semakin ramai dengan terbukanya GOR Saparua untuk pergeralan-pergelaran music ekstrim.

Di Ujungberung sendiri, perkembangan musik ekstrim didukung oleh Studio Palapa, sebuah studio music milik Kang Memet yang dikelola oleh duet maut Yayat dan Dani. Studio ini kemudian menjadi kawah candradimuka band-band Ujungberung hingga melahirkan band-band besar, kru-kru yang solid, dan musisi-musisi jempolan. Studio Palapa juga yang kemudian melahirkan rilisan-rilisan kaset pertama di Indonesia. Mereka merekam lagu-lagu dengan biaya sendiri, mendistribusikan sendiri, melakukan semua dengan spirit Do It Yourself. Dari sepuluh band independen di Indonesia yang tercatat Majalah Hai tahun 1996, tiga di antaranya berasal dari Ujungberung. Mereka adalah Sonic Torment, Jasad, dan Sacrilegious. Label dan perusahaan rekaman yang mereka kibarkan adalah Palapa Records.


Sayang dinamika ini berbanding terbalik dengan BLU. Tahun 1994, organisasi pecinta music ekstrim ini terpecah ketika scene metal semakin ramai. Setidaknya, kelompok ini terbagi tiga, yaitu Black Mass yang terdiri dari anak-anak black metal, Grind Ultimatum yang terdiri dari anak-anak grindcore, dan sisanya, kebanyakan anak-anak Ujungberung yang lebih terbuka dan inklusif dalam mengapresiasi music, membentuk Extreme Noise Grinding (ENG) awal tahun 1995. Yayat adalah tokoh sentral ENG.

Propaganda awal ENG ada tiga, yaitu membuat media komunitas musik metal bawahtanah, membuat pergelaran music metal sendiri, dan mebentuk kru yang mendukung performa band-band Ujungberung. Manifestasi dari propaganda media adalah berdirinya Revograms Zine yang dibentuk oleh Dinan pada April 1995 dengan tim redaksi yang terdiri dari Ivan, Kimung, Yayat, Dandan, Sule, Gatot. Manifestasi dari propaganda pergelaran sendiri band-band Ujungberung adalah digelarnya acara Bandung Berisik Demo Tour yang lalu dikenal sebagai Bandung Berisik I. Di acara ini lima belas band Ujungberung unjuk gigi, ditambah bintang tamu Insanity dari Jakarta. Tahun 2004 kelak, bandung Berisik IV di Stadion Persib dicatat oleh Time Asia sebagai pergelaran music bawahtanah terbesar di Asia setelah berhasil menyedot audiens sebanyak 25.000 metalhead dari seluruh Indonesia.

Sementara itu, manifestasi dari propaganda kru band adalah dengan terbentuknya Homeless Crew. Ini merupakan kelompok musisi-musisi muda yang aktif mempelajari seluk beluk sound system dan teknis pergelaran sebuah band dengan cara belajanr langsung menjadi kru band kawan-kawannya. Pada gilirannya, Homeless Crew tak Cuma berperan sebagai kru yang vital bagi sebuha band, tapi juga menjadi gaya hidup anti-mapan ala anak-anak Ujungberung yang menolak untuk “berumah”. Gaya hidup anti-mapan ini bukan hanya ada di alam pikiran anak-anak Ujungberung, namun benar-benar mereka amalkan dengan keluar rumah, bergabung dengan kelompok mereka untuk tinggal bersama di jalanan. Para pencetus Homeless Crew adalah Yayat, Ivan Scumbag, Kimung, Addy Gembel, dan tentu saja sang radikal, Dinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar