"Panceg dina galur, Salawasna akur jeung dulur, Panceg dina galur, Babarengan ngajaga lembur, Panceg dina galur, Moal ingkah najan awak lebur.." (Jasad - Kujang Rompang )

Ya, mungkin lagu itu yang menggambarkan apa yang harus digerakkan oleh komunitas musik underground kota Bandung agar tetap konsisten. Tidak seperti dua atau tiga tahun kebelakang, para musisi-musisi bawah tanah sekarang agak kesulitan untuk mengaplikasikan hasil karya mereka sejak kejadian Sabtu Kelabu itu. Dan yang bisa dilakukan hanyalah bersama-sama melawan kejamnya birokrasi, mengikis stigma negatif dari kalangan masyarakat,dan dapat mewujudkan program kota Bandung sebagai "Bandung Emerging Creative City".

Berikut ini hanyalah artikel basa-basi yang diringkas oleh saya yang mungkin bisa mengisi waktu kalian semua. Meskipun tulisan-tulisannya agak panjang, saya harap kalian bisa mencerna pesan yang disampaikan oleh artikel-artikel tersebut.
Read well & enjoy.....

by : Qyo Ignacio Saucedo

Closehead -Berdiri Teman


Rocket Rockers - Ingin Hilang Ingatan


Beside - 7 Deadly Sins


Burgerkill - Shadow of Sorrow


Jasad - Kujang Rompang


Kamis, 21 Januari 2010

Bandung Masuk 5 Besar Dunia Komunitas Musik Underground


Beside, yang menggelar konser launching albumnya Sabtu lalu (9/2/2008) di AACC, merupakan satu dari
sekitar 200 grup musik underground di Kota bandung.
Besarnya jumlah itu menjadikan Bandung
masuk jajaran lima besar komunitas
underground terbesar dalam skala internasional setelah Amerika, Jerman, Inggris
dan Belanda. Demikian disampaikan pengamat musik underground, Reggi Kayong
Munggaran, saat dihubungi detikbandung, Senin (11/2/2008). “Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah
dilakukan orang luar negeri tentang subkultur di Bandung.
Ternyata Bandung memiliki animo yang cukup besar terhadap musik underground,
hingga menempati posisi ke lima
komunitas terbesar undrground di dunia,” tutur Reggi.
Menurut Reggi, besarnya animo
masyarakat, anak muda khususnya, terhadap musik underground merupakan
kecenderungan yang aneh. Begitupun menurut negara-negara lain penganut
subkultur yang sama. Musik underground sendiri, lanjut reggi, merupakan budaya
cangkokan. Dimana dalam proses pencariannya membentuk kultur memberdayakan diri
sendiri dan komunitas. Berangkat dari pemikiran itulah, para pelaku musik
underground memiliki etos kerja ””Do it Your Self”. Karena musik
underground merupakan musik subkultur bukan musik mainstream, dimana tidak
semua orang bisa menikmati, tidak semua orang bisa melihat. Sehingga untuk
tetap menjaga eksistensi musik ini harus dilakukan sendiri. “Grup
underground membuat konser sendiri, show sendiri, kecenderungannya lebih
eksklusif karena kapitalisme sudah mengakomodasi musik itu sendiri. Kalau musik
seperti ini siapa yang mau mendengar, studio mana yang mau membuat rekaman.
Kecuali oleh orang-orang yang memiliki kecintaan terhadap musik underground,” jelas Reggi.
Reggi mengatakan, dari sekian banyaknya grup musik underground di kota
Bandung, sudah banyak yang
melebarkan sayap ke luar negeri, seperti Eropa. Hal itu bisa terjadi ketika ada
orang asing yang tertarik melihat
subkultur di kota Bandung,
sehingga mereka pun melakukan penggalangan dana untuk membawa musik underground
Bandung bermain di dunia
internasional. Menyinggung mengenai pandangan masyarakat tentang musik
underground yang seringkali diidentikkan dengan kekerasan Reggi menuturkan,
para pelaku musik underground pasrah tapi tidak cenderung apatis. Untuk
mencairkan opini masyarakat, mereka seringkali mengadakan kampanye anti
kekerasan. “Ke depannya, kami akan melakukan kampanye anti HIV AIDS dan
anti narkoba,” tambah Reggi.

1 komentar:

  1. menurut saya musik underground di bandung
    maupun di manapun harus tetap lestarikan
    budaya kita sebagai orang indonesia
    kita jangan mau kalah dengan orang''
    di luar negeri
    maju terus musik indonesia.

    BalasHapus